LEMBAH HIJAU RUMBIA 'SURGA DI TANAH GERSANG' BERSAMA SATU INDONESIA
11:21:00 PM
Kunjungan kedua kalinya ke Jeneponto, Bumi
Turatea atau yang akrab disapa dengan Kota Kuda. Setelah kunjungan pertama
mengendarai motor bersama Mas Mail a.k.a kakak sulungku, rasanya memang ingin kesana sekali lagi. Akhirnya
kesampaian juga, pergi ke Jeneponto itu, kira-kira menempuh jarak dari Makassar
kurang lebih 95 KM dan ditempuh dalam waktu 2-3 jam, bergantung pada kecepatan
kendaraan.
Menyebut Jeneponto bagiku sama saja mengingat panas
matahari, gersang, tambak garam, kuda, dan kuda dalam bentuk coto hihihi : ) Sepertinya
bagi sebagian orang juga akan mengingat hal yang sama, kecuali bagi yang sudah
ke Lembah Hijau Rumbia (LHR). Seperti kunjungan keduaku ke Jeneponto kali ini.
Kalau kemarin aku bareng Masku, kali ini
datangnya rame-rame, bersama tim SATU Indonesia dari PT Astra
International Tbk. Duh
ileh, nyebutnya bikin hati ‘dumba-duma’ plus bangga wkwk :D Do you have a question like “kenapa aku
bareng Astra?” Karena Alhamdulillah aku menang kompetisi blog Semangat Astra Terpadu
Untuk (SATU) Indonesia Berbagi dan akhirnya bisa jalan-jalan sama Astra, yuhuuu : ) Aku juga senang
karena aku baru saja menambah laman “Travel” di blogku dan akhirnya terisi juga
*yeeaaaayyy*
Terdapat kolam renang di Lembah Hijau Rumbia
Pemandangan dari atas, kolam alam di Lembah Hijau Rumbia
Hari dimana kami
berangkat ke Jeneponto adalah hari sehabis hujan. Bahkan
gerimis masih menemani. Untungnya, ketika kami tiba di sana, hujan telah berlari meninggalkan kami, hanya tanah basah yang tersisa. Sepanjang
perjalanan pun teduh, tidak ada Jeneponto yang gersang
dan panas. Kami berangkat pukul 9 pagi dan tiba pukul 11 WITA.
Lembah Hijau Rumbia terletak di Desa Tompobulu. Untuk ke sana, diperlukan waktu satu jam dari Kota
Jeneponto. Kunjungan kami ke Lembah Hijau Rumbia adalah untuk mengunjungi
Ridwan Nojeng, penerima apresiasi SATU Indonesia Awards
2016.
Ridwan Nojeng, penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2016
Dari kunjunganku ke
Jeneponto ini, aku banyak belajar, terutama dari sosok Ridwan Nojeng. Sejak tahun 2010, ia merintis produksi pupuk organik dari kotoran sapi di
tempat asalnya, di Desa Tompobulu. Dengan pupuk organik hasil produksinya, ia
melakukan penghijauan. Warga pun dimotivasi untuk
ikut serta dalam upaya mengembangkan daerah tempat tinggalnya. Hasilnya, Desa
Tompobulu menjelma menjadi desa wisata Lembah Hijau Rumbia yang resmi
diluncurkan pada 2011 dan hingga kini banyak didatangi turis lokal serta
mancanegara.
Namun di balik Lembah Hijau
Rumbia yang ramai dikunjungi saat ini, tahukah teman-teman ada banyak cerita
menarik di dalamnya? Tentang perjuangan Ridwan Nojeng yang bahkan pernah
dibilang ‘orang gila’. Tentu saja, karena orang di desa cenderung takut
bergerak, apalagi untuk menerima ide yang memang cukup gila, out of the box thinking. Mengubah tanah
gersang menjadi surga.
Kolam renang di LHR yang
airnya segar sekali karena langsung dari mata air alami : )
Namun setelah hasilnya terlihat, akhirnya
masyarakat turut bergerak. Sebenarnya ini sih yang menjadi masalah besar dalam
masyarakat kita, bahkan di negara kita. Kita nggak pernah open mind untuk ide cemerlang.
Kadang kita tidak supportive pada orang-orang di sekitar kita, padahal
mereka membutuhkan kita. Bahkan hanya mengatakan “kamu
pasti bisa” saja sangat susah. Kita malah mengolok-olok “ah, itu ide yang
buruk” , “ah, dasar gila”, “hal yang seperti itu
dikerjakan kapan bisa kaya?”.
Saat ini, Lembah Hijau
Rumbia semakin banyak pengunjung, apalagi setelah menerima apresiasi SATU
Indonesia Awards, LHR semakin ditata. Saat ini, tengah dibangun beberapa kamar
penginapan sehingga memudahkan pengunjung yang datang dari luar kota.
Kegiatan para pemuda-pemudi di Lembah Hijau Rumbia salah satunya adalah membuat Boneka Adat yang kemudian di jual sebagai souvenir, oleh-oleh khas Jeneponto.
Souvenir berupa kotak tissue yang dilengkapi boneka yang menggunakan baju adat, yaitu baju Bodo.
Selain menikmati indah
dan sejuknya udara di
sana, kita juga bisa
mandi-mandi di kolam renang dari mata air alami yang segar sekali. LHR ini bisa menjadi tempat
untuk liburan yang pas, karena jauh dari kebisingan kota. Selain itu, tempatnya
sangat instagramable. Ada beberapa spot yang bisa digunakan untuk foto.
Ada sarang burung yang lucu banget J
Setelah kunjunganku ke
LHR, berada di Jeneponto itu wajib wisata kuliner coto kuda : ) Coto Kuda memang makanan khas Jeneponto.
Bahkan di Kelurahan Tolo, Kecamatan Kelara, ada pasar kuda lho : ) (Tapi aku
belum ke sana, huhuh : ) . Kalau di Makassar terkenal dengan Coto Makassar, nah
rasanya mirip banget, hanya saja daging sapinya diganti daging kuda. Rasanya
mantep jiwa, wuenak : ) aku sih suka banget.
Well, aku sekian dulu deh ceritanya. Terima kasih untuk
Astra dan SATU Indonesia. Karena kunjunganku ke Jeneponto membuat aku banyak belajar : )
Let’s be friend, follow my social media:
For business inquiries please contact me on :
Email:
So thank you for reading and see you on my next beauty journey^^
With Love
5 comments
Viewny bikin mata adem banget ya, masih banyak pepohonan. Kolamnya juga bikin mau nbyeburrr
ReplyDeleteyeay keren mba selmat ya bisa jalan2 sama ASTRA karena menang keren nih jalan2nya warbiyash :) btw itu yang daging kuda piye mba rasane?wkwkwk aku kok galfok yah :p
ReplyDeleteview nya keren, itu souvenirnya lucu banget... ahh terakhir aku pengen makan coto kuda :'D
ReplyDeletedepruttt.com
wajib coba coto kuda, heheh : )
Deletebeneran indah sama kayak adminnya indah :)
ReplyDelete